Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya
banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam
berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsure-unsur bawaan maupun
unsure-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan
lingkungan sama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan
laju perkembangan ank tersebut.
- See more at: http://www.blogwahyu.com/p/blog-page_18.html#sthash.X5Y4gsTQ.dpuf
- See more at: http://www.blogwahyu.com/p/blog-page_18.html#sthash.X5Y4gsTQ.dpuf
Guru terutama guru SD diharapkan mempunyai pemahaman konseptual
tentang perkembangan dan cara belajar anak di SD.pemahaman konseptual
tersebut meliputi gambaran tentang siapa anak SD dan bagaiamana mereka
berkembang, yang mencakup tentang karakteristik perkembangan anak usia
SD dalam berbagai aspek fisik biologis, kognitif, bahasa, dan
psikososial. Selain itu diperlukan adanya pemahaman tentang
prinsip-prinsip belajar anak, proses-proses psikologis yang terjadi
dalam belajar anak serta peran motivasi dalam belajar anak.
Dengan bekal pemahaman konstektual tersebut, guru diharapkan dapat
mengaplikasikan pemahaman tersebut dalam menyelenggarakan proses
pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan anak SD.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah perkembangan anak sekolah dasar dan cara belajar anak sekolah dasar ?
1.3. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui perkembangan anak sekolah dasar dan cara belajar anak sekolah dasar.
PEMBAHASAN
2.1 PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH DASAR
- A. PERKEMBANGAN SECARA FISIK
Perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI meliputi pertumbuhan
tinggi dan berat badan. Perubahan proporsi atau perbandingan antar
bagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi,
otot, dan lemak. Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak menentukan
ketrampilan anak bergerak. Pertumbuhan dan perkembangan mempengaruhi
cara memandang dirinya sendiri dan orang lain, yang berdampak dalam
melakukan penyesuaian dengan dirinya dan orang lain.
ü Pertumbuhan Tinggi
Pertumbuhan tinggi badan setiap anak berbeda-beda, tapi mengikuti pola yang sama.
- Anak usia 5 tahun : tinggi tubuh 2x dari tinggi/panjang tubuh saat lahir.
Setelah itu melambat 7 cm setiap tahun.
- Anak usia 12/13 thn : tinggi anak 150 cm, masih bertambah sampai usia
18 tahun ketika mengakhiri masa remaja.
Pada akhir usia SD dan anak masuk masa puber, pertumbuhan anak
laki-laki lebih lambat dari anak perempuan. Namun setelah itu,
pertumbuhan laki-laki lebih cepat.
ü Perkembangan Berat Tubuh Peserta Didik.
- Anak usia 5 tahun : berat 5x setelah dilahirkan.
- Anak masa anak : berat 35-40 kg.
- Anak usia 10-12 tahun (permulaan masa remaja):
- Anak mengalami periode lemak.
- Mengalami pematangan kelamin yang berasal dari hormone.
- Nafsu makan anak semakin besar.
- Pertumbuhan tubuh yang cepat.
- Penumpukan lemak pada perut, pinggul,pangkal paha, dada, sekitar rahang, leher dan pipi.
Berdasarkan tipologi Sheldon (Hurlock, 1980) ada tiga kemungkinan bentuk primer anak SD, yaitu:
- Bentuk tubuh endomorph: yang tampak dari luar berbentuk gemuk dan berbadan besar.
- Bentuk tubuh mesomorf: kelihatannya kokoh, kuat, dan lebih kekar.
- Berat tubuh ektomorf: tampak jangkung, dada pipih, lemah dan seperti tak berotot.
ü Pertumbuhan Tulang, Gigi, Otot dan Lemak.
- Pertumbuhan tulang (jumlah dan komposis) pada peserta didik usia SD/MI cenderung lambat dibandingkan anak awal dan remaja.
- Pengerasan tulang dan tulang rawan menjadi tulang keras berlangsung terus sampai akhir masa remaja.
- Pertumbuhan tulang terjadi tidak serempak dan kecepatannya berbeda, tergantung pada hormone, gizi dan zat mineral yang dikonsumsi.
- Pada dua tahun terakhir masa anak akhir dimana terjadi periode lemak, terjadi pembengkokkan tulang karena tulang belum/tidak cukup keras menompang berat badan.
- Pergantian gigi susu menjadi gigi tetap terjadi pada peserta didik usia SD/MI menjadi peristiwa penting karena dapat mempengaruhi perilaku anak.
- Perkembangan susunan syaraf pada otak dan tulang belakang mempengaruhi perkembangan indra dan berpikir anak yang berdampak pada kemampuan anak dalam belajar.
- Sebagian peserta usia SD/MI juga berbeda pada masa awal remaja/puber.
- Masa ini terjadi perubahan fisik yang sangat pesat dalam ukuran tinggi, berat badan, proporsi tubuh.
- Kematangan kelenjar dan hormone yang berkaitan engan pertumbuhan seksual.
- Mengalami ketidakseimbangan, terlalu memperhatikan perubahan fisik, menarik diri dari pergaulan, perubahan minat/aktivitas bermain, bersikap negative/menentang, kurang PD, dsb.
v Faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik
Pertumbuhan fisik peserta didik usia SD/MI lebih lambat
dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan masa sebelumnya (masa bayi dan
TK awal) dan sesudahnya (masa puber dan remaja). Jadwal waktu
pertumbuhan fisik tiap anak tidak sama, ada yang berlangsung cepat,
sedang atau lambat. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik
anak a.n:
- 1. Pengaruh keluarga
ü Faktor keturunan
Membuat anak menjadi gemuk dari pada anak lainnya. Perbedaan ras
suku bangsa (orang Amerika,Eropa, dan Australia cenderung lebih tinggi
dari pada orang Asia).
ü Faktor lingkungan
Akan membantu menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi
keturunan anak tersebut. Lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap
berat tubuh daripada tinggi tubuh.
- 2. Jenis Kelamin
Anak laki-laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan, kecuali pada usia 12-15 tahun.
- 3. Gizi dan kesehatan
- Anak yang memperoleh gizi cukup biasanya lebih tinggitubuhnya dan relatif lebih cepat mencapai masa puber dibandingkan dengan anak yang bergizi kurang.
- Anak yang sehat dan jarang sakit biasanya mempunyai tubuh sehat dan lebih berat dibanding dengan anak yang sering sakit.
- 4. Status sosial dan ekonomi
- Fisik anak dari kelompok ekonomi rendah cenderung lebih kecil dibandingkan dengan keluarga ekonomi cukup atau tinggi.
- Keadaan status ekonomi mempengaruhi peran keluarga dalam memberi makan, gizi dan pemeliharan kesehatan serta kegiatan pekerjaan yang dilakukan anak.
- 5. Gangguan Emosional
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan
terbentuknya steroid adrenalin yang berlebihan. Hal ini menyebabkan
berkurangnya hormon pertumbuhan pada kelenjar pituitary, akibatnya anak
mengalami keterlambatan perkembangan memasuki masa puber.
Bagi anak usia SD atau MI, reaksi yang diperlihatkan orang lain
terutama oleh teman-teman sebayanya terhadap ukuran dan proporsi
tubuhnya mempunyai makna penting. Apabila ukuran-ukuran dan proporsi
tubuh anak berbeda jauh dengan teman sebayanya anak akan merasa
kelainan, tidak mampu dan rendah diri.
- B. PERKEMBANGAN INTELEK
v Struktur pengetahuan
Pengertian kognitif meliputi aspek struktur intelek yang
dipergunakan untuk mengetahui sesuatu, dan dalamnya terdapat aspek:
persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan persoalan.
Perkembangan kognitif merupakan proses dan hasil individu dengan
lingkungannya.
Selain itu, struktur pengetahuan juga menjelaskan tentang tingkat
kecerdasan peserta didik pada usia SD. Dengan adanya beberapa kecerdasan
tiap individu, maka memungkinkan terjadinya kecerdasan ganda (multiple
intelligence), sehingga perlu diadakannya semacam tes untuk mengetahui
tingkat intelegensi tiap individu yang biasa disebut dengan IQ
(Intelligence Quotient). IQ merupakan hasil bagi usia mental dengan usia
kronologis atau kalender dikalikan seratus. Dengan berpegang pada
satuan ukuran IQ, maka kecerdasan dikategorikan dalam tabel berikut
(Sukmadinata, 2003):
IQ
|
Kategori
|
140-……
|
Genius
|
130-139
|
Sangat cerdas
|
120-129
|
Cerdas
|
110-119
|
Di atas normal
|
90-109
|
Normal
|
80-89
|
Di bawah normal
|
70-79
|
Bodoh
|
50-69
|
Debil
|
25-49
|
Imbecil
|
……..-25
|
Idiot
|
vTahap perkembangan kogntif
Pada anak usia SD, mereka mengalami tahap ketiga dan keempat dari 4 tahap, yaitu:
- Tahap 3: Konkret Operasional (7-11 tahun)
Pada masa ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas, menkonservasi angka melalui 3 macam proses operasi, yaitu:
- Negasi sebagai kemampuan anak dalam mengerti proses yang terjadi di antara kegiatan dan memahami hubungan antara keduanya.
- Resiprokasi sebagai kemampuan untuk melihat hubungan timbal balik.
- Identitas dalam mengenali benda-benda yang ada.
Dengan demikian, pada tahap ini anak sudah mampu berfikir konkret
dalam memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya, mampu mengkonservasi
angka, serta memahami konsep melalui pengalaman sendiri dan lebih
objektif.
- Tahap 4 : Formal Operasional (11 – 12 tahun)
Pada fase ini, anak sudah dapat berfikir abstrak, hipotesis dan
sistematis mengenai sesuatu yang abstrak dan memikirkan hal-hal yang
akan dan mungkin terjadi. Jadi, pada tahap ini anak sudah mampu meninjau
masalah dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan alternatif
dalam memecahkan masalah, bernalar berdasarkan hipotesis, menggabungkan
sejumlah informasi secara sistematis, menggunakan rasio dan logika dalam
abstraksi, memahami, dan membuat perkiraan di masa depan.
Dengan mengetahui tahap perkembangan kognitif tersebut, diharapkan
orang tua dan guru dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan
intelektual anak dengan tepat sesuai dengan usia perkembangan
kognitifnya.
v Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek peserta didik usia SD atau MI, antara lain:
- Kondisi organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui pesan indera dalam perjalanannya ke otak (kesadaran).
- Intelegensi mempengaruhi kemampuan anak untuk mengerti dan memahami sesuatu.
- Kesempatan belajar yang diperoleh anak.
- Tipe pengalaman yang didapat anak secara langsung akan berbeda jika anak mendapat pengalaman seara tidak langsung dari orang lain atau informasi dari buku.
- Jenis kelamin karena pembentukan konsep anak laki-laki atau perempuan telah dilatih sejak kecil dengan cara yang sesuai dengan jenis kelamin.
- Kepribadian pada anak dalam memandang kehidupan dan menggunakan suatu kerangka acuan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
Dalam perkembangan intelek, dapat juga terjadi kendala dan
berbahaya yang mempengaruhi perkembangan anak secara keseluruhan, di
antaranya :
- Kelambanan perkembangan otak yang dapat mempengaruhi kemampuan bermain dan belajar di sekolah serta penyesuaian diri dan “social anak, yang dikarenakan oleh tingkat kecerdasan di bawah normal dan kurangnya mendapat kesempatan memperoleh pengalaman.
- Konsep yang salah yang disebabkan oleh informasi yang salah, pengalaman terbatas, mudah percaya, penalaran yang keliru, dan imajinasi yang sangat berperan, pemikiran tidak realistis, serta salah menafsirkan arti.
- Kesulitan dalam membenarkan konsep yang salah dan tidak relistik. Hal ini biasanya berkenaan dengan konsep diri dan sosial yang bisa membingungkan anak.
- C. PERKEMBANGAN AFEKTIF
Erikson melahirkan teori perkembangan afektif yang terdiri atas delapan tahap.
- a. Trust vs Mistnis/Kepercayaan dasar (0;0 -1;0).
Yang kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera
terhapus, selalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baiknya, diajak main dan
bicara, akan turnbuh perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman
dengan orang-orang di sekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat
dijadikan tempat ia menggantungknn nasibnya. Jika pemeliharaan terhadap
bayi itu tidak menetap, tidak memadai sebagaimana mestinya, serta
terkandung di dalarnnya sikap-sikap menolak, akan turnbuhlah pada bayi
itu rasa takut serta ketidak-percaya.in
yang mendasar terhadap dunie sekelilingnya dan terhadap orang-orang di
sekitarnya. Perasaan ini akan terus terbawa pada tingkat-tingkat
ptrkembanpan berikutnya.
- b. Autonomy vs Shame and Doubt/Otonomi (1;0 – 3;0)
Pada tahap ini Erikson melihat munculnya autonomy. Dimensi autonomy
ini timbulnya karena adanya kemampuan motoris dan mental anak. Pada
saat ini bukan hanya berjalan, tetapi juga memanjat, menutup-membuka
menjatuhkan, menarik dan mendorong, memegang dan melepaskan. Anak sangat
bangga dengan kemampuannya ini dan ia ingin melakukan banyak hal
sendiri. Orang tua sebaiknya menyadari bahwa anak butuh melakukan sendir
hal-hal yang sesuai dengan kemampuannya menurut langkah dan waktunya;
sendiri. Anak kemudian akan mengembangkan perasannya bahwa ia dapat
mengendalikan otot-ototnya, dorong-dorongannya, serta mengendalikan diri
dan lingkungannya. Jika orang dewasa yang mengasuh dan membimbing anak
tidak sabar dan selalu membantu mengerjakan segala sesuatu yang
sesungguhnya dapat dikerjakannya sendiri oleh anak itu, maka akan tumbuh
pada anak itu rasa; malu-malu dan ragu-ragu. Orang tua yang terlalu
melindungi dan selalu mencela hasil pekerjaan anak-anak, berarti telah
memupuk rasa malu dan ragu yang berlebihan sehingga anak tidak dapat
mengendalikan dunia dan dirinya sendiri, Jika anak, meninggalkan masa
perkembangan ini dengan autonomi yang lebih kecil daripada rasa malu dan
ragu, ia akar mengalami kesulitan untuk memperoleh autonomi pada masa
remaja dan masa dewasanya. Sebaliknya anak yang dapal melalui masa ini
dengan adanya keseimbangan serta dapat mengatasi rasa malu dan ragu
dengan rasa outonomus, maka ia sudah siap menghadapi siklus-siklus
kehidupan berikutnya. Namun demikian keseimbangan yang diperoleh pada
masa ini dapat berubah ke arah positif maupun negatif oleh
perisliwa-peristiwa di masa selanjutnya.
- c. Initiatives vs Guilt/Inisiatif (3;0 – 5;0)
Pada masa ini anak sudah menguasai badan dan geraknya. la dapat
mengendarai sepeda roda tiga, dapat lari, memukul, memotong. Inisialif
anak akan lebih terdorong dan terpupuk bila orang tua member! respons
yang baik terhadap keinginan anak untuk bebas dalam melaknkan.
kegiatan-kegiatan motoris sendiri dan bukan lianya bereaksi atnu nienirn
anak-anak lain. Hal yang sama terjadi pada kemampuan anak nnluk
menggunakan bahasa dan kegiatan fantasi.
- d. Industry vs litferioriry/Produkttvltns (6;0 – 11 ;00)
Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain dan belajar menurut
peraturan yang ada. Dimensi psikososial yang rnuncul pada masa ini
adalah: sense of industry, sense of inferiority Anak didorong untuk
membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis. dan
mengerjakannya sampai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Berdasarkan
hasilnya mereka dihargai dan di mana perlu diberi hadiah. Dengan
demikian rasa/sifat ingin menghasilkan sesuatu dapat dikembangkan. Pada
usia sekolah dasar ini dunia anak bukan hanya lingkungan rumah saja
melainkan meneakup juga lembaga-iembaga lain yang mempunyai peranan
penting dalam perkembangan individu. Pengalaman-pengalaman sekolah anak
mempengaruhi industry dan inferiority anak. Anak dengan IQ 80 atau 90
akan mempunyai pengalaman sek’olah yang kurang memuaskan walaupun sifat
indtistri dipupuk dan dikembangkan di ruitiah. Ini dapat menimbulkan
rasa inferiority (rasa tidak” mampu). Keseimbangan industry dan
inferiority bukan hanya bergantung kepada orang tuanya, tetapi
dipengaruhi pula oleh orang-orang dewasa lain yang berhubungan dengan
anak itu
- e. Identity vs Role Confusion/Identitas (12;0 – 18;0)
Pada saat ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. la
mempunyai perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat
perubahan-perubahan itubuhnya. Pandangan dan pemikirannya tentang dunia
sekelilingnya mengilami perkembangan. la mulai dapat berpikir tentang
pikiran orang lain. la berpikir puh apa yang dipikirkan orang lain
tentang dirinya. la mulai mengrrti tentang keluarga yang ideal, agama,
dan masyarakat, yang dapat diperbandingkannya dengan apa yang dialaminya
sendiri.
Menurut Erikson, pada tahap ini dimensi interpersonal yang muncul
adalah: ego identity -4 •–>• role confusion. Pada masa ini siswa
harus dapat ‘mengirtegrasikan apa yang telah dialami dan dipelajarinya
tentang dirinya sebagai anak, siswa, teman, anggota pramuka, dan lain
sebagainya menjadi suatu kesatuan sehingga menunjukkan kontinuitas
dengan masa lalu dan siap menghadapi masa datang. Peran orang tua yang
pada masa lalu berpengaruh secara langsung pada krisis perkembangan,
maka pada masa ini pengaruhnya tidak langsung. Jika anak mencapii masa
remaja dengan rasa terima kasih kepada orang tua, dengan penuh
kepercayaan, mempunyai autonomy, berinisiatif, memiliki sifat-sifat
industry, maka kesempatannya kepada ego indentiti sudah berkembang.
- f. Intimacy vs Isolation/Keakraban (19;0 – 25;0)
Yang dimaksud dengan intimacy oleh Erikson selain hubungan antara
suami istri adalah juga kemampuan untuk berbagai rasa dan memperhatikan
orang lain. Pada tahap ini pun keberhasilan tidak bergantung secara
langsung kepada orang tua. Jika intimacy ini tidak terdapat di antara
sesama teman atau suami istri, menurut Erikson, akan terdapat apa yang
disebut isolation, yakni kesendirian tanpa adanya orang lain untuk
berbagai rasa dan saling memperhatikan.
- g. Generavity vs Self Absorption/Generasi Berikut (25;0 – 45;0)
Generativity berarti bahwa orang mulai memikirkan orang-orang lain
di luar keluarganya sendiri, memikirkan generasi yang akan datang serta
hakikat masyarakat dan dunia tempat generasi ifi liidnp. Generativily
ini bukan hanya terdapat pada orang tua (ayah dan ibu), tetapi terdapat
pula pada individu-individu yang secara aktif memikirkan kesejahteraan
kaum muda serta berusaha membuat tempat bekerja yang lebih baik untuk
mereka hidup. Orang yang tidak berhasil mencapai gereralivily berarti ia
berada dalam keadaan self absorption dengan hanyr memutuskart perhatian
kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenang’an pribadinya saja.
- h. Integrity vs Despair/Integritas (45;0)
Pada tahap ini usaha-tisaha yang pokok pada individu sudah
mendekati kelengkapan, dan merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan
dengan cucu-cucu. Integrity timbul dari kemampupn individu untuk
melihat kembali kehidupannya yang lalu dengan kepuasan. Sedangkan
kebalikannya adalah despair, yaitu keadaan di mana individu yang
menengok ke belakang dan meninjau kembali kehidupannya masa lalu sebagai
rangkaian kegagalan dan kehilangan arah, serta disadarinya bahwa jika
ia memulai lagi sudah terlambat.
Sebagai rekapitulasi dapat dinyatakan bahwa penahapan perkembangan
afektif manusia merupakan perpaduan dari tugas-tugas perkembangan dan
tugas-tugas sosial. Perkembangan afektif suatu tahap dapat berpengaruh
secara positif maupun negatif terhadap tahap berikutnya. Jika anak
mencapai tahap ketiga yang bergaul dengan anak bukan hanya orang tuanya
saja melainkan juga orang dewasa lainnya di sekolah, yaitu guru. Guru
yang membimbing dan mengasuh peserta didiknya pada berbagai aspek
tingknt kelas perlu memahami dan menyadari sikap, kebutuhan dan
perkembangan mereka.
1. D. PERKEMBANGAN MINAT ANAK SD
Meichati (1975) mengartikan minat adalah perhatian yang kuat,
intensif, dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun melakukan
suatu aktivitas.
Secara operasional, Lilawati (1988) mengartikan minat adalah suatu
perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan perasaan senang
terhadap suatu kegiatan sehingga mengarahkan anak untuk melakukan
kegiatan tersebut dengan kemauan sendiri.
Sinambela (1993) mengartikan minat adalah sikap positif dan adanya
rasa ketertarikan dalam diri anak terhadap suatu aktivitas tertentu.
Jadi dapat diartikan bahwa minat adalah kekuatan yang mendorong
anak untuk memperhatikan, merasa tertarik, dan cenderung senang terhadap
suatu aktivitas sehingga mereka mau melakukan aktivitas tersebut dengan
kemauannya sendiri.
Minat terdiri dari dua aspek, yaitu :
- Aspek kognitif, berupa konsep positif terhadap suatu obyek dan berpusat pada manfaat dari obyek tersebut.
- Aspek afektif, nampak pada rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap obyek tersebut.
Minat pada anak dipengaruhi oleh dua faktor :
- Faktor personal, merupakan faktor-faktor yang ada pada diri anak itu (meliputi usia, jenis, kelamin, intelegensi, sikap, dan kebutuhan psikologi).
- Faktor instusional, merupakan faktor-faktor di luar diri anak (melalui pengaruh orang tua, guru, dan teman sebaya).
Dari segi materi dan pengamatan lapangan, kami dapat menyimpulkan
bahwa minat pada anak SD pada pada sesuatu umumnya tergantung pada
beberapa hal, yaitu :
- Kemauan anak terhadap kegiatan tersebut (meskipun ada dorongan yang besar dari orang-orang tertentu, misalnya orang tua, kalau dia tidak mempunyai keinginan yang tinggi terhadap kegiatan tersebut dia tidak akan melakukan kegiatan tersebut)
- Karakter masing-masing anak.
- Suasana hati / keinginan hati (mood)
Minat anak SD terhadap suatu kegiatan lebih tergantung pada
pengaruh teman sebayanya. Mereka lebih cenderung “ikut-ikutan“ dalam
melakukan suatu kegiatan (pengaruh lingkungan). Pada dasarnya mereka
lebih mempunyai minat yang tinggi kepada suatu aktivitas yang menarik
perhatian mereka dan yang memberi kesenangan pada mereka. Anak sekolah
dasar kurang begitu tertarik kepada hal-hal yang menimbulkan kebosanan
dan kejenuhan.
- E. PERKEMBANGAN BAHASA
Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan
pesan, pendapat, perasaan dengan menggunakan simbol-simbol yang
disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk
kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang
berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat, bahasa dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu bahasa lisan, bahasa tulis, dan bahasa isyarat.
Keterampilan dalam berbahasa memiliki 4 aspek atau ruang lingkup, yaitu:
- 1. Keterampilan mendengarkan
- 2. Keterampilan berbicara
- 3. Keterampilan membaca
- 4. Keterampilan menulis
Di sekolah dasar, keterampilan mendengarkan meliputi kemampuan
memahami bunyi bahasa, perintah, dongeng, drama, petunjuk, denah,
pengumuman, beruta, dan konsep materi pelajaran. Keterampilan berbicara
meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara
lisan mengenai perkenalan, tegur sapa,pengenalan benda, fungsi anggota
tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, berita, deklamasi, memberi
tanggapan, pendapat/saran, dan diskusi. Keterampilan membaca meliputi
ketrampilan memahami teks bacaan melalui membaca intensif dan sekilas.
Keterampilan menulis meliputi kemampuan menulis permulaan, dikte,
mendeskripsikan benda, mengarang, menulis surat, undangan, dan ringkasan
paragraf.
v Pola Perkembangan Bahasa Anak
Anak dikatakan siap atau matang berbicara dan belajar bahasa
apabila aspek motorik bicara (koordinasi otot bicara) dan aspek mental
bicara (kemampuan berpikir) anak sudah mulai berfungsi dengan baik. Pada
saat anak mulai masuk sekolah merupakan masa yang paling baik untuk
belajar bahasa. Anak selalu bertanya mengenai segala yang dilihat dan
ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Anak mulai membangun kosakata yang
biasanya merupakan kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan,
kata merangkai/pengganti dari apa saja yang dijumpai anak dalam
kehidupan sehari-hari khususnya mengenai warna, waktu, uang, dan kata
popular yang digunakan kelompok anak atau teman sebaya. Selanjutnya
perkembangan bahasa dengan pembentukan kalimat, dimulai dengan kalimat
sederhana menjadi kalimat lengkap.
Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan berbicara atau berbahasa
anak semakin baik. Isi pembicaraan anak pada umumnya dibedakan menjadi
2, yaitu:
- Kegiatan berbicara yang berpusat pada diri sendiri (eosentrik), meskipun anak itu sedang berada dalam kelompok.Anak type ini lebih banyak berbicara tentang hal yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan cenderung mendominasi pembicaraan sehingga kurang berminat dan sulit mendekatkan atau menerima pendapat orang lain.
- Kegiatan bicara yang berpusat pada orang lain (sosialisasi). Anak type ini cenderung menyesuaikan isi dan cara berbicaranya dengan orang yang sedang berinteraksi dengannya. Sehingga anak mampu melibatkan diri dengan kegiatan social dan mampu berkomunikasi.
v Faktor Kendala dalam Mempelajari Ketrampilan Berbahasa
Meskipun pada umumnya pula perkembangan keterampilan berbahasa anak
sama, namun tetapada perbedaan individual.berikut ini adalah beberapa
faktor penyebab perbedaan tersebut:
- 1. Kesehatan
Anak yang sehat lebih cepat belajar berbicara dibandingkan dengan
anak yang kurang sehat, sebab perkembangan aspek aspek motorik dan aspek
mental berbicaranya lebih baik sehingga lebih siap untuk belajar
berbicara.
- 2. Kecerdasan
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi, akan belajar berbicara lebih
baik dan memiliki penguasaan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan
berpikir.
- 3. Jenis kelamin
Anak perempuan lebih dalam belajar bahasa daripada anak laki-laki,
baik dalam pengucapan, kosa kata maupun keseringan berbahasa.
- 4. Keluarga
Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin sering anak
mendengar dan berbicara. Demikian pula anak pertama lebih baik
perkembangan berbicaranya karena orang tua lebih banyak memiliki waktu
untuk berbicara dan berbahasa.
- 5. Keinginan dan Dorongan Komunikasi
Semakin kuat keinginan dan dorongan untuk berkomunikasi dengan
orang lain terutama teman sebaya, akan semakin kuat pula usaha anak
untuk berbicara dan berbahasa.
- 6. Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan memiliki
kepribadian yang baik cenderung memiliki kemampuan bicara dan berbahasa
lebih baik daripada anak yang mengalami masalah dalam penyesuaian diri.
- F. PERKEMBANGAN SOSIAL
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Tuntutan
sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan
tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh kembangkan tugas
perkembangannya. Dalam belajar hidup bermasyarakat diperlukan tiga
proses dalam bersosialisasi, yaitu:
- Belajar berperilaku yang dapat diterima social.
- Memainkan peran social yang dapat diterima
- Perkembangan sikap social.
Jika peserta didik tidak mampu melakukan 3 proses sosialisasi
diatas maka peserta didik tersebut berkembang menjadi orang yang
nonsosial, asosial, dan anti sosial.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik melakukan sosialisasi adalah sebagai berikut:
- Kesempatan dan waktu untuk bersosialisai dengan orang lain.
- Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain.
- Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi.
- Metode belajar efisien dan bimbingan bersosialisasi.
Pengalaman sosial awal memegang peranan penting bagi perkembangan
dan perilaku sosial selanjutnya. Sebab pengalaman sosial awal cenderung
menetap. Jadi mudah atau sulitnya perkembangan sosial anak selanjutnya
tergantung pada baik buruknya si anak mempelajari sikap dan perilaku
sosial. Selain itu, pengalaman sosial awal juga berpengaruh terhadap
partisipasi sosial anak. Anak yang mempunyai pengalaman sosial awal yang
baik cenderung lebih aktif dalam kegiatan kelompok social begitu juga
sebaliknya.
Para peserta didik usia SD atau MI yang berada pada posisi anak
akhir akan mulai membentuk kelompok bermain yang selanjutnya berkembang
menjadi kelompok belajar dan melakukan aktifitas pada masa anak.
Sedangkan peserta didik kelas 5 atau 6 kadang-kadang sudah mengalami
masa puber. Pada masa ini seorang peserta didik mengalami perubahan
fisik sensual yang pesat. Sehingga seorang anak cenderung menarik diri
dari kelompoknya, kurang dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan
orang lain. Juga terjadi kemunduran minat untuk bermain dan melakukan
aktifitas kelompok serta cenderung bersikap antisocial.
v Peranan Kelompok dan Permainan
Pada masa anak akhir, kelompok atau geng anak memegang peranan
penting dalam perkembangan social. Jika pada masa anak awal terbentuk
kelompok bermain yang terbentuk secara spontan, informal dan sementara,
maka kelompok yang terbentuk pada masa anak akhir mempunyai struktur
yang lebih tegas dan formal. Ada yang menjadi pemimpin dan pengikut.
Mereka melakukan beberapa aktivitas seperti bermain, hiburan, minat dan
hoby, bahkan kadang mencoba menggangu orang lain. Kelompok pada masa
anak akhir merupakan usaha anak untuk menciptakan suatu masyarakat yang
sesuai bagi pemenuhan kebutuhannya.
Pengaruh kelompok terhadap sosialisasi anak dilakukan dalam hal :
- Membantu anak bergaul dengan teman sebaya dan berperilaku yang dapat diterima secara social dan kelompoknya.
- Membantu anak mengembangkan kesadaran yang rasional dan skala nilai untuk melengkapi atau mengganti nilai orang tua yang sebelumnya cenderung diterima anak sebagai kata hati yang otoriter.
- Mempelajari sikap social yang pantas melalui pengalamannya dalam menyukai orang an cara menikmati kehidupan serta aktivitas kelompok.
- Membantu kemandirian anak dengan cara memberikan kepuasan emosional melalui persahabatan dengan teman-teman sebaya.
Permainan atau bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan
dengan sukarela tanpa ada paksaan/tekanan dari luar apalagi kewajiban.
Melalui permainan atau bermain, anak tidak hanya memperoleh
kesenangan tetapi mereka juga dapat mempelajari sesuatu. Permainan atau
bermain mempunyai empat manfaat yaitu :
- Latihan fungsi baik fungsi motorik maupun kognitif.
- Sarana sosialisasi, anak dapat belajar bekerjasama dan saling tolong menolong dalam bermain.
- Mengukur kemampuan terutama untuk permainan yang dilombakan.
- Menempa emusi/sikap melalui kegiatan untuk mentaati aturan permainan dan bersikap sportif.
v Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial berarti keberhasilan seseorang dalam
menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok
paa khusunya. Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mempelajari
berbagai ketrampilan seperti kemampuan untuk menjalin hubungan dengan
orang lain. Di bawah ini adalah beberapa criteria penyesuaian social
yang baik.
- 1. Ketrampilan nyata
Perilaku social anak sesuai dengan standar kelompok dan memenuhi harapan kelompok.
- 2. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok.
Anak dapat menyesuaikan diri bukan hanya dalam kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok lainnya.
- 3. Sikap social
Anak menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain serta
ikut berpartisipasi dan berperan dalam kelompok serta kegiatan social.
- 4. Kepuasan pribadi
Karena anak dapat bersosialisasi dengan baik dan dapat berperan dalam kelompok, maka anak akan merasa kepuasan tersendiri.
Teman sebaya sangat berperan dan berpengaruh terhadap kemampuan
penyesuaian sosial peserta didik usia SD. Penerimaan atau penolakan
teman kelompok akan berdampak pada perkembangan aspek-aspek lainnya
seperti emosi, konsep diri, dan kepribadiannya. Pada masa anak akhir,
ada teman biasa yang hanya memenuhi kebutuhan anak untuk berada dalam
kelompoknya, teman bermain yang dapat melakukan aktivitas bermain
bersama-sama, dan teman akrab yang memungkinkan anak dapat berkomunikasi
melalui pertukaran ide, rasa percaya, meminta nasehat dan berani
mengkritik. Jumlah teman peserta didik usia SD sangat bervariasi, tetapi
seiring bertambah usia maka jumlah temanpun semakin banyak. Pemilihan
teman biasanya terjadi karena adanya kesamaan sifat, minat, nilai-nilai
dan kedekatan geografis/lokasi. Pergantian teman dapat terjadi karena
perubahan minat, mobilitas social, atau perpindahan likasi tempat
tinggal. Melalui pergantian teman, anak dapat belajar hal-hal yang
penting dalam perkembangan sosial.
v Penyesuaian Diri Pada Anak Sekolah Dasar
Penyesuaian diri pada anak sekolah dasar terlihat dalam proses
sosialisasi, anak menunjukkan perilaku sesuai aturan-aturan sosial yang
ditentukan. Anak pun mulai membutuhkan teman dekat. Yaitu teman sebagai
orang yang dapat membantu jika dibutuhkan. Umumnya teman dekat ini
adalah kelompok sebayanya. Kelompok sebaya dapat sebagai model dalam
berperilaku, di mana anak cenderung meniru perilaku kelompoknya. Jika
mempunyai teman berperilaku sesuai tuntutan masyarakat, anak pun akan
mengikutinya. Berbagai karakteristik dari kelompok sebaya menunjukkan
bahwa kelompok sebaya memiliki keunikan tersendiri yang mungkin tidak
dijumpai di kelompok yang lain. Hal ini pula yang membuat anak sebagai
anggota kelompok dapat mempelajari pola-pola perilaku anggota
kelompoknya.
Meskipun kelompok sebaya merupakan hal yang diutamakan dalam
perkembangan seorang anak, namun peran guru maupun orang tua tetap
diperlukan dalam menanamkan norma yang sesuai dengan tuntutan lingkungan
agar apa yang dituntut oleh kelompok seimbang dengan apa yang dituntut
oleh lingkungan
Dalam menyesuaikan diri dengan kelompoknya, anak pun belajar
tentang peran jender. Adanya peran yang berbeda, membuat adanya aturan
bagi anak laki-laki dan perempuan. Proses perkembangan jender dalam diri
seseorang sebenarnya bisa dikarenakan faktor biologis, kemampuan
kognitif dan sosial. Namun dari kesemuanya itu justru lingkungan
sosiallah misalnya bagaimana interaksi dan pengalaman anak dengan orang
tua, pengaruh dari guru, teman sebaya, media masa, pelajaran, dan
lain-lain yang paling berperan dalam perkembangan jender.
Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa peran jender tidak bisa
diabaikan di lingkungan masyarakat, namun sebagai orang tua maupun guru
hendaknya dapat mengajarkan pada anak bahwa peran tersebut dapat
berganti karena semua itu sangat tergantung dari kebutuhan, situasi,
minat dan keterampilan yang dimiliki. Itulah sebabnya kadangkala
dijumpai seorang pria yang menekuni karirnya di bidang seni tari,
sementara seorang wanita menekuni karirnya di bidang keteknikan, dan
lain-lain. Yang perlu ditanamkan adalah bahwa kita harus menghargai apa
yang dilakukan anak, bukan karena anak itu laki-laki atau perempuan.
- G. TUGAS PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK USIA SD
Tugas perkembangan atau development tasks menurut Havighurst
adalah “tugas – tugas yang harus dipecahkan dan diselesaikan oleh setiap
individu pada setiap periode perkembangannya agar supaya individu
menjadi berbahagia”.
Tujuan mempelajari tugas perkembangan ialah:
- Mendapatkan petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada periode usia – usia tertentu
- Memberikan motivasi kepada individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok social pada usia tertentu sepanjang kehidupannya.
- Menunjukkan kepada individu tentang apa yang akan dihadapi dan tindakan apa yang diharapkan kalau sampai pada tingkat perkembangan berikutnya
Selain itu ada Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, faktor – faktor itu antara lain:
1) Faktor tuntutan kebudayaan yang berbentuk kekuatan, norma
hidup, harapan serta nilai – nilai ideal pada kehidupan individu yang
sedang berkembang.
2) Kematangan fisik, merupakan salah satu faktor penentu
munculnya tugas – tugas perkembangan pada periode usia – usia tertentu,
di samping kondisi kesehatan dan kecacatan.
3) Kepribadian seseorang, antara lain intelegensi, minat, sikap, kecenderungan sosial emosional, sifat dan karakter.
Setelah mengetahui tujuan dan faktor perkembangan. Berikut akan
dijelaskan mengenai karakteristik perkembangan pada periode anak usia
Sekolah Dasar, yakni antara lain:
- Dorongan untuk ke luar dari rumah dan masuk ke dalam kelompok anak – anak sebaya.
- Dorongan yang bersifat kejasmanian untuk memasuki dunia permainan anak yang menuntut keterampilan tertentu.
- Dorongan untuk memasuki dunia orang dewasa yang yaitu dunia konsep – konsep logika, simbol dan komunikasi, serta kegiatan mental lainnya.
Dilihat dari karakteristik yang ada, maka untuk tugas perkembangan pada anak usia Sekolah Dasar antara lain:
- Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan – permainan yang umum. Hakikat dari tugas perkembangan ini adalah mempelajari keterampilan – keterampilan yang bersifat fisik/jasmani untuk dapat melakukan permainan.
- Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluq yang sedang tumbuh. Hakikat tugas perkembangan ini adalah belajar mengembangkan sikap kebiasaan untuk hidup sehat.
- Belajar menyesuaikan diri dengan teman – teman seusianya. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak belajar memberi dan menerima dalam kehidupan sosial antar teman sebaya, dan belajar membina persahabatan dengan teman sebaya, termasuk juga bergaul dengan musuhnya.
- Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita dengan tepat. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak belajar dan bertindak sesuai dengan peran seksnya yaitu sebagai anak laki – laki atau anak perempuan.
- Mengembangkan keterampilan – keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak belajar mengembangkan tiga keterampilan dasar yaitu membaca, menulis dan berhitung yang diperlukan untuk hidup di masyarakat.
- Mengembangkan pengertian – pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari – hari. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak harus mempelajari berbagai konsep agar dapat berpikir efektif mengenai permasalahan sosial di sekitar kehidupan sehari – hari.
- Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, serta tata dan tingkatan nilai. Hakikat tugas perkembangan ini adalah mengembangkan moral yang bersifat batiniah yaitu hati nurani, serta mengembangkan pemahaman dan sikap moral terhadap peraturan dan tata nilai yang berlaku dalam kehidupan anak.
- Mengembangkan sikap terhadap kelompok – kelompok sosial dan lembaga – lembaga. Hakikat tugas perkembangan ini adalah mengembangkan sikap sosial yang demokratis dan menghargai orang lain.
- Mencapai kebebasan. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak menjadi individu yang otonom atau bebas, dalam arti dapat membuat rencana untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, bebas dari pengaruh orang tua atau orang lain.
2.2 CARA BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR
- A. PENGERTIAN CARA BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR
Memahami cara belajar anak adalah kunci pokok untuk menunjang
keberhasilan anak. Sebaliknya, jika cara belajar anak tidak dipahami,
maka hasilnya akan kurang maksimal. Secara umum, cara belajar adalah
bagaimana seseorang menangkap, mengerti, memproses, mengungkapkan, dan
mengingat suatu informasi.
Cara belajar anak SD dibanding orang dewasa mempunyai perbedaan
yang besar. Menurut Piaget (1950), setiap anak memiliki cara tersendiri
dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata. Schemata
adalah sistem konsep yang merupakan hasil pemahaman anak atas objek
yang berada di sekitar anak. Pemahaman tentang objek tersebut
berlangsung melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu
menghubungkan objek baru dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran,
sedangkan akomodasi adalah proses memanfaatkan konsep-konsep yang sudah
ada dalam pikiran untuk menafsirkan objek baru.
Kedua proses tersebut akan berlangsung secara terus menerus
sehingga membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang.
Dengan demikian anak akan dapat membangun pengetahuan melalui interaksi
secara langsung dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka
perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam
dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan
karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak
dengan lingkungannya. Demikianlah “Cara Belajar Anak Sekolah Dasar”.
- B. TAHAPAN BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada
rentang usia sekolah dasar tersebut, anak mulai menunjukkan perilaku
belajar sebagai berikut:
- Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
- Mulai berpikir secara operasional.
- Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda.
- Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat.
- Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
- Konkret.
Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang
konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak
atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber
belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil
belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan
peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga
lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan.
- Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar, anak memandang sesuatu yang
dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah
konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir
anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
- Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang
secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih
kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan
mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan
serta kedalaman materi.
- C. MACAM-MACAM CARA PENERIMAAN INFORMASI ANAK SEKOLAH DASAR
Ada tiga cara seseorang anak menerima sebuah informasi :
- Melalui indra penglihatan/ visual
- Melalui indra pendengaran/ auditorial
- Melalui indra peraba/ kinestetik
Walaupun ketiga indra tersebut selalu digunakan bersamaan dalam
menerima sebuah informasi, umumnya ada satu cara yang lebih disukai (preferred style of learning).
- 1. VISUAL – belajar melalui penglihatan
Anak-anak visual umumnya senang dengan hal-hal yang dapat dilihat,
termasuk melihat bagaimana sesuatu hal dikerjakan. Mereka senang melihat
bahasa tubuh dan ekspresi muka guru untuk mengerti isi suatu pelajaran.
Anak-anak ini lebih senang duduk di depan supaya pandangannya tidak
terhalang, misalnya oleh kepala teman.
Anak-anak visual berpikir dalam bentuk visual dan lebih cepat
mengerti jika melihat tampilan gambar misalnya diagram, buku bergambar,
transparansi, video presentasi dan flipchart yang berwarna. Cara belajar
orang-orang visual sering disebut sebagai ”Tunjukkan Caranya/ Show Me”.
Ciri-ciri anak visual :
- Senang bereksperimen dengan warna
- Senang menonton
- Sering melamun terutama saat kegiatan verbal
- Lebih banyak mengamati daripada berbicara
- Lebih mudah mengingat dengan melihat gambar
- Umumnya rapi dan bisa memadukan warna
- Sering menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan indra penglihatan, misalnya ”Kelihatannya …”
- 2. AUDITORIAL – belajar melalui pendengaran
Anak-anak auditorial menggunakan bahasa secara efektif untuk
menggambarkan sesuatu dengan kata-kata. Fokus mereka adalah pada
perkataan dan suara. Seringkali anak-anak auditorial tidak melihat
kepada pembicara, (menutup mata, menunduk, dsb.) karena pada saat itu
mereka sedang fokus mendengarkan perkataan yang diucapkan oleh
pembicara. Mereka memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan sintesis
informasi.
Anak-anak auditorial menginterpretasikan arti yang tersirat dari
suatu perkataan dengan mendengarkan nada suara, tinggi rendahnya nada,
kecepatan berbicara, intonasi, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
bunyi.
Informasi tertulis mungkin tidak terlalu berarti sampai mereka
mendengar informasi tersebut melalui suara. Agar anak-anak auditorial
lebih tertarik untuk belajar, yang perlu kita lakukan adalah menggunakan
cerita atau pengalaman pribadi untuk menjelaskan suatu poin, penjelasan
dalam bentuk narasi, membandingkan kata-kata.
Ciri-ciri anak auditorial :
- Senang mendengar musik/irama.
- Sensitif terhadap keributan atau suara yang keras.
- Bisa mengikuti pembicaraan yang sedang berlangsung walaupun terlihat tidak memperhatikan.
- Senang dengan peralatan yang bisa mengeluarkan bunyi, misalnya MP3 player atau iPod.
- Sering menggunakan kata-kata yang berkaitan dengan indra pendengaran. Misalnya, ” Kedengarannya ….”
- 3. KINESTETIK – belajar melalui bergerak, melakukan, dan meraba
Anak-anak yang cenderung kinestetik adalah anak-anak yang perlu
terlibat secara fisik dalam sebuah proses. Mereka tidak akan mendapatkan
apa-apa dari sebuah proses yang isinya cuma ”duduk, diam, dan dengar”.
Pembelajaran dari pengalaman adalah cara paling efektif untuk menarik
perhatian mereka.
Anak-anak kinestetik senang bergerak. Agar anak-anak kinestetik
tertarik, yang perlu kita lakukan adalah membuat aktivitas yang memaksa
mereka bergerak, membuat latihan dimana mereka membuat dan melakukannya
sendiri.
Ciri-ciri anak kinestetik :
- Senang bergerak dan tidak bisa duduk diam di dalam kelas.
- Mau mencoba hal baru.
- Lebih memilih pakaian berdasarkan bahan yang nyaman, bukan warna yang sesuai.
- Tangannya tidak bisa diam dan selalu mencoba untuk ’memegang’ sesuatu.
- ’Mencari’ sesuatu barang dengan ’meraba’.
- Sensitif terhadap lingkungan yang terlalu panas atau dingin.
- Sering menggunakan kata-kata berdasarkan perasaan. Misalnya, ”Rasanya…”.
- C. PENGEFEKTIFAN CARA BELAJAR ANAK SD
Agar proses pembelajaran efektif, artinya pengajar harus mampu
memberikan pelajaran yang menggunakan semua indera tersebut di atas
untuk bisa menjangkau semua murid.
Yang dapat dilakukan:
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung visual dapat belajar dengan lebih baik :
- Pilihkan buku dengan gambar yang berwarna-warni, namun bukan buku komik.
- Menonton video dan melihat foto.
- Membuat kliping dari majalah bekas.
- Mewarnai, menggambar dan membuat kolase.
- Menghias : ajak anak anda memilih hiasan rumah, kebun, hadiah atau hiasan apa saja.
- Gunakan flash card untuk belajar warna, bentuk, pola, huruf dan angka.
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung auditorial dapat belajar dengan lebih baik :
- Mendengarkan musik. Cari tahu musik apa yang mereka sukai dan gunakan musik untuk mengatur suasana hati mereka sebelum, saat (sebagai latar belakang) dan sesudah (sebagai hadiah/reward) belajar.
- Masukkan musik ke dalam topik yang sedang dipelajari, misalnya irama tertentu untuk mengingat suatu pelajaran. Mereka akan lebih cepat menyerap pelajaran tersebut.
- Bicaralah dengan nada tenang dan teratur. Anak-anak auditorial membedakan guru mereka dari nada dan tinggi rendahnya suara para guru.
- Berceritalah dalam mengajarkan sesuatu dan gunakan nada yang berbeda untuk menekankan topik tersebut.
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung kinestetik dapat belajar dengan lebih baik:
- Menari : gunakan lagu dengan irama yang menyenangkan.
- Memasak : biarkan mereka berkreasi dan belajar mengukur, menghitung, membaca sambil mengaduk sesuatu.
- Pekerjaan tangan (art & craft) : menggunting, menempel, menggambar, finger painting, membuat sesuatu dengan ’play dough’.
- Gunakan metode ’hands-on’ dimana anak harus mecoba melakukan sesuatu sendiri dan bukan hanya menyaksikan demo.
Yang Perlu Diingat:
- Apapun cara belajar anak anda, pastikan suasana yang mendukung. Jangan paksa anak anda untuk belajar disaat ia (dan juga anda) sedang kelelahan.
- Pilih topik yang menarik baginya, jangan berasumsi apa yang menarik untuk anda, akan membuat ia tertarik. Kaitkan pembelajaran tersebut dengan sesuatu yang disukai si anak. Jika anda bisa mengaitkan suatu informasi baru dengan apa yang sudah pernah dipelajarinya, mereka akan lebih cepat mengerti.
- Buatlah informasi baru tersebut relevan dengan situasiu anak-anak. Contohnya, mereka tidak suka pelajaran matematika dan merasa belajar matematka tidak ada gunanya. Tetapi jika anda membantu mereka untuk mengatur anggaran untuk membeli mainan, mereka akan jauh lebih tertarik untuk mempelajarinya.
- Usahakan agar suasana belajar menyenangkan dan tidak terlalu berlarut-larut.
- Jangan lupa untuk mengulang hal yang sudah dipelajari. Lebih baik mengulang hal sedikit-sedikit daripada sekaligus banyak.
- D. CARA BELAJAR ANAK
- 1. Anak belajar secara kontinyu (terus-menerus).
Anak senantiasa belajar. Tak pernah mereka berhenti belajar. Bahkan
mereka mungkin mempelajari beberapa hal sekaligus, padahal kita tidak
pernah bermaksud mengajarkan hal tersebut kepada mereka. Kalau
pengajaran kita tidak menantang mereka, boleh jadi mereka “belajar”
bahwa Sekolah Minggu sangat membosankan dan tidak menarik. Jika
penelitian Alkitab tidak membangkitkan minat, boleh jadi mereka
“belajar” bahwa Alkitab adalah buku kuno yang menjemukan dan tidak ada
hubungannya dengan masa sekarang. Jika mereka secara pribadi tidak
terlibat dalam bagian doa dan penyembahan, boleh jadi mereka “belajar”
bahwa saat doa adalah waktu yang baik untuk mengganggu teman yang duduk
di sampingnya karena guru sedang menutup mata.
Kita sekali-kali tidak akan sengaja mengajarkan hal-hal ini. Namun
demikian anak-anak mungkin akan mempelajarinya. Dengan mengetahui bahwa
para murid kita belajar secara kontinyu, mungkin akan menolong kita
untuk lebih berhati-hati mengenai apa yang kita ajarkan secara tidak
langsung melalui suasana kelas.
- 2. Anak belajar melalui panca inderanya.
Mereka belajar:
i. 1 persen dari apa yang mereka baca.
ii. 20 persen dari apa yang mereka dengar.
iii. 30 persen dari apa yang mereka lihat.
iv. 50 persen dari apa yang mereka lihat dan dengar.
v. 70 persen dari apa yang mereka katakan sementara mereka melihat.
vi. 80 persen dari apa yang mereka katakan sementara mereka melakukannya.
Anak hanya mempunyai satu cara belajar, yakni melalui panca
inderanya. Panca indera itu merupakan pintu masuk ke dalam kesadarannya.
Fakta ini menunjukkan pentingnya penggunaan bermacam-macam bahan
bantuan untuk mengajar.
- 3. Anak belajar melalui kegiatan.
Inilah prinsip yang terpenting tentang cara belajar para murid.
Belajar bukanlah pengalaman yang pasif. Hal belajar bukanlah sesuatu
yang sekedar terjadi pada anak itu, melainkan adalah sesuatu yang
dilakukan oleh anak itu. Anak dapat mengingat paling banyak dari sesuatu
yang dipelajarinya dengan cara mengatakan dan melakukan.
Anak dapat terlibat dalam proses belajar melalui beberapa cara. Ia
bisa belajar secara langsung dalam kegiatan-kegiatan, misalnya
mengerjakan proyek-proyek, pekerjaan tangan, diskusi dan drama. Atau
melalui lukisan-lukisan cerita ia bisa terlibat, secara tidak langsung
karena menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Perasaannya dapat
dibangkitkan, khayalannya digiatkan, emosinya digerakkan.
- 4. Anak akan belajar sebaik-baiknya bila ia mempunyai dorongan atau alasan untuk belajar.
Anak akan paling cepat belajar bila hal itu dijadikan sesuatu yang
menyenangkan dan memuaskan. Dalam proses belajar ada dua macam dorongan.
Yang pertama adalah dorongan dari luar, secara lahir. Beberapa contoh
dari dorongan sejenis ini ialah ganjaran, hadiah, penghargaan, dan
pujian. Dalam mengajar di Sekolah Minggu ada tempat bagi dorongan
sejenis ini, tetapi jangan sampai merupakan dorongan satu-satunya.
Dorongan yang kedua adalah dari dalam, secara batin. Keinginan,
hasrat, dorongan hati pribadi adalah contoh-contoh dorongan sejenis ini.
Dalam hal terlibat kebutuhan dan kepentingan yang dirasakannya.
Dorongan inilah yang bekerja bila anak itu dipimpin untuk memahami
bagaimana kebutuhannya dipenuhi melalui penerapan prinsip-prinsip
Alkitab dalam kehidupannya. Sungguh penting bagi kaum remaja dan orang
dewasa menginsafi bahwa ajaran Alkitab dapat dipraktekkan bagi keperluan
hidup mereka.
- 5. Anak akan belajar paling baik bila mereka sudah siap untuk belajar.
Ini berarti bahwa sebelum pengajar menarik perhatian anak dan
membangkitkan rasa ingin tahu mereka, mereka harus disiapkan untuk
menerima kebenaran Alkitab. Juga, para murid siap untuk belajar bila
mereka dapat melihat hubungan bagian-bagian pelajaran itu dengan
keseluruhan pengajaran tersebut. Mungkin sebelumnya pengajar harus
memberi uraian pendahuluan tentang seri pelajaran yang baru dan
menghubungkan pelajaran-pelajaran yang dahulu dengan keseluruhannya
melalui ulangan secara berkala. Suatu prinsip belajar lainnya yang
terpaut di sini adalah bahwa para murid belajar hal-hal yang belum
diketahuinya berdasarkan hal-hal yang sudah diketahuinya. Ini berarti
pengajar harus mengetahui taraf pengertian murid-muridnya dalam hal-hal
rohani. Kita harus mengetahui apa yang sudah diketahui para murid kita.
- 6. Anak belajar dengan jalan meniru.
Fakta ini sekali menunjukkan pentingnya kehidupan pengajar. Kita
mengajar, baik dengan perbuatan dan sikap maupun dengan perkataan atau
gagasan. Segala sesuatu mengenai diri kita mengajarkan sesuatu. Dalam
arti yang sesungguhnya, kita ini adalah “surat … yang dapat dibaca oleh
semua orang.”
Tahap perkembangan anak
di sekolah dasar menuju masa kedewasaannya dipengaruhi oleh aspek-aspek
yang unik yang dimulai dari dalam diri anak tersebut, lingkungan yang
ada di sekitar kehidupannya, dan juga di lingkungan sekolahnya. Ketiga
aspek itu tidak dapat dipisahkan karena memang peoses belajar pada anak
sekolah dasar terjadi dalam konteks interaksi anak dengan lingkungan
dimana anak berada. Hal tersebut dapat diartikan bahwa faktor lingkungan
sangat dominan atau berpengaruh besar terhadap perkembangan anak di
sekolah dasar. Hal ini senada dengan pendapatnya menurut Piaget (1950),
bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori kognitif).
Menurut Piaget, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata,
yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman
terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek
tersebut berlangsung melalui proses asimilasi, yaitu menghubungkan objek
dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran anak yang kemudian
diakomodasikannya. yaitu dengan proses memanfaatkan konsep-konsep dalam
pikirannya untuk menafsirkan objek yang dilihatnya. Kedua proses
tersebut jika berlangsung secara terus-menerus maka akan membuat anak
tersebut dari pengetahuan lama dan pengetahuan barunya akan menjadi
seimbang. Melalui cara tersebut maka anak secara bertahap dengan
sendirinya dapat membangun pengetahuannya melalui interaksi yang didapat
akan ia dapatkan di lingkungan sekitar dimana ia berada.
Dalam
pendapatnya, Piaget membagi perkembangan berpikir anak ke dalam
tahapan-tahapan sebagaimana berikut ini yaitu : usia 0-2 tahun (tahap
sensorimotor), 2-7 tahun (tahap praoperasional), 7-11 tahun (tahap
operasi konkret), dan usia 11 tahun lebih (tahap operasi formal). Pada
rentang usia tersebut dan setiap tahapan ini menunjukkan sebuah perilaku
yang unik, dinamis, dan menjadi ciri psikologis dari perilaku belajar
anak.
Anak
pada usia Sekolah Dasar yaitu antara usia 7-11 tahun, berada pada tahap
operasi konkret. Pada usia-usia inilah, tingkah laku anak biasanya
seperti : (1) anak memandang dunia secara objektif, (2) anak mulai
berpikir secara operasional, (3) anak mulai mempergunakan cara
berpikirnya secara operasioanal untuk mengklasifikasikan benda-benda
yang ada di sekitarnya, (4) anak dapat membentuk dan menggunakan
keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah secara sederhana, dan
mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) anak sudah dapat memahami
konsep substansi, panjang, lebar, tinggi, luas, rendah, dan berat.
Beranjak dari tahapan anak secara operasional, tingkah laku anak yang
paling penting adalah untuk diarahkan dalam bertindak dengan akal yang
baik, sehat, dan tidak mengarah kepada tingkah laku yang menyimpang.
pada tahap praoperasional anak lebih dominan untuk bertindak atas
perbuatannya, tanda disadari anak dapat bertindak di luar aturan atau
norma-norma yang berlaku. Oleh karena itu, penanaman perilaku budi pekerti
pada anak tahap ini sangat penting untuk dididik, dilatih dan
dibimbing. Pada tahap praoperasional inilah di harapkan anak pada usia
sekolah dasar senantiasa selalu diberi motivasi, semangat dan penekanan
yang tidak berlebih, dan menyalurkan sesuai dengan bakat dan minat
siswa. hal itu tentu bertujuan agar supaya perkembangan belajar anak di sekolah dasar atau pada tahap ini anak dapat berpikir dengan nalarnya sendiri ke arah hal-hal yang positif dan berguna sesuai dengan tujuan pendidikan nasional di sekolah dasar.
Konkret,
integratif, dan hierarkis merupakan kecenderungan belajar pada anak
usia Sekolah Dasar. Konkret memiliki makna, bahwa proses belajar
beranjak dari hal-hal yang konkret yaitu hal-hal yang dapat dilihat,
didengar, dibaui, dan diraba. dengan integratif yang memiliki arti bahwa
pada usia anak Sekolah Dasar, anak sekolah dasar belum mampu untuk
memilah-milah konsep dari berbagai ilmu dan pengalaman yang didapat dari
lingkungannya sehari. namun lebih jauh, anak sekolah dasar lebih sering
berpikir secara deduktif yaitu dari hal-hal yang bersifat umum ke
bagian demi bagian. Sedangkan hierarkis dimaknai bahwa perkembangan anak
Sekolah Dasar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang
sifatnya sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks atau umum.
Tahap perkembangan anak
di sekolah dasar menuju masa kedewasaannya dipengaruhi oleh aspek-aspek
yang unik yang dimulai dari dalam diri anak tersebut, lingkungan yang
ada di sekitar kehidupannya, dan juga di lingkungan sekolahnya. Ketiga
aspek itu tidak dapat dipisahkan karena memang peoses belajar pada anak
sekolah dasar terjadi dalam konteks interaksi anak dengan lingkungan
dimana anak berada. Hal tersebut dapat diartikan bahwa faktor lingkungan
sangat dominan atau berpengaruh besar terhadap perkembangan anak di
sekolah dasar. Hal ini senada dengan pendapatnya menurut Piaget (1950),
bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori kognitif).
Menurut Piaget, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata,
yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman
terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek
tersebut berlangsung melalui proses asimilasi, yaitu menghubungkan objek
dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran anak yang kemudian
diakomodasikannya. yaitu dengan proses memanfaatkan konsep-konsep dalam
pikirannya untuk menafsirkan objek yang dilihatnya. Kedua proses
tersebut jika berlangsung secara terus-menerus maka akan membuat anak
tersebut dari pengetahuan lama dan pengetahuan barunya akan menjadi
seimbang. Melalui cara tersebut maka anak secara bertahap dengan
sendirinya dapat membangun pengetahuannya melalui interaksi yang didapat
akan ia dapatkan di lingkungan sekitar dimana ia berada.
Dalam
pendapatnya, Piaget membagi perkembangan berpikir anak ke dalam
tahapan-tahapan sebagaimana berikut ini yaitu : usia 0-2 tahun (tahap
sensorimotor), 2-7 tahun (tahap praoperasional), 7-11 tahun (tahap
operasi konkret), dan usia 11 tahun lebih (tahap operasi formal). Pada
rentang usia tersebut dan setiap tahapan ini menunjukkan sebuah perilaku
yang unik, dinamis, dan menjadi ciri psikologis dari perilaku belajar
anak.
Anak
pada usia Sekolah Dasar yaitu antara usia 7-11 tahun, berada pada tahap
operasi konkret. Pada usia-usia inilah, tingkah laku anak biasanya
seperti : (1) anak memandang dunia secara objektif, (2) anak mulai
berpikir secara operasional, (3) anak mulai mempergunakan cara
berpikirnya secara operasioanal untuk mengklasifikasikan benda-benda
yang ada di sekitarnya, (4) anak dapat membentuk dan menggunakan
keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah secara sederhana, dan
mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) anak sudah dapat memahami
konsep substansi, panjang, lebar, tinggi, luas, rendah, dan berat.
Beranjak dari tahapan anak secara operasional, tingkah laku anak yang
paling penting adalah untuk diarahkan dalam bertindak dengan akal yang
baik, sehat, dan tidak mengarah kepada tingkah laku yang menyimpang.
pada tahap praoperasional anak lebih dominan untuk bertindak atas
perbuatannya, tanda disadari anak dapat bertindak di luar aturan atau
norma-norma yang berlaku. Oleh karena itu, penanaman perilaku budi pekerti
pada anak tahap ini sangat penting untuk dididik, dilatih dan
dibimbing. Pada tahap praoperasional inilah di harapkan anak pada usia
sekolah dasar senantiasa selalu diberi motivasi, semangat dan penekanan
yang tidak berlebih, dan menyalurkan sesuai dengan bakat dan minat
siswa. hal itu tentu bertujuan agar supaya perkembangan belajar anak di sekolah dasar atau pada tahap ini anak dapat berpikir dengan nalarnya sendiri ke arah hal-hal yang positif dan berguna sesuai dengan tujuan pendidikan nasional di sekolah dasar.
Konkret,
integratif, dan hierarkis merupakan kecenderungan belajar pada anak
usia Sekolah Dasar. Konkret memiliki makna, bahwa proses belajar
beranjak dari hal-hal yang konkret yaitu hal-hal yang dapat dilihat,
didengar, dibaui, dan diraba. dengan integratif yang memiliki arti bahwa
pada usia anak Sekolah Dasar, anak sekolah dasar belum mampu untuk
memilah-milah konsep dari berbagai ilmu dan pengalaman yang didapat dari
lingkungannya sehari. namun lebih jauh, anak sekolah dasar lebih sering
berpikir secara deduktif yaitu dari hal-hal yang bersifat umum ke
bagian demi bagian. Sedangkan hierarkis dimaknai bahwa perkembangan anak
Sekolah Dasar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang
sifatnya sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks atau umum.
0 comments:
Post a Comment